Perintah Sejarah!

"Tidak setiap perubahan kebudayaan membuahkan transformasi. Ada berbagai faktor penyebabnya, salah satunya yang penting adalah perintah sejarah."
R.B.E. Agung Nugroho

Transformasi mengandaikan suatu proses pengalihan total dari suatu bentuk (lama) ke sosok baru yang lebih mapan. Transformasi diandaikan sebagai tahap akhir dari suatu proses perubahan. Tranformasi dapat dibayangkan sebagai suatu proses lama yang bertahap akan tetapi dapat pula dibayangkan sebagai suatu titik balik yang cepat bahkan abrupt. Umar Kayam berguru pada dialektika Hegel untuk menunjukkan dialektika spiritual yang mengilhami proses transformasi sampai akhir. Ia juga berguru pada dialektika Karl Marx yang membayangkan dialektika material, yaitu bahwa transformasi itu terjadi lewat pertentangan kelas sehingga menghasilkan masyarakat tanpa kelas. Dialektika spiritual Hegel dan dialektika material Marx membayangkan suatu proses tawar menawar dialektik terus menerus dengan kondisi-kondisi transformasi antara untuk kemudian dicapai transformasi akhir, besar dan langgeng. Tranformasi jenis ini bersifat historis-hirarkis-dialektis. 

Umar Kayam mensintesiskan aspek spiritual Hegel dan aspek material Marx dengan merujuk pada Max Weber yang membayangkan bahwa transformasi itu tidak melalui pertentangan kelas atau struktur-struktur dalam masyarakat, melainkan lewat suatu proses evolusioner dan saling mempengaruhi antar unsur dalam suatu ideal type masyarakat. Ideal type ini diciptakan sebagai suatu model dan paradigma pemikiran yang akan mendorong adanya transformasi. Misalnya: transformasi masyarakat Eropa menjadi masyarakat kapitalis terjadi karena di dalam masyarakat itu sudah memuat bumbu-bumbu (unsur-unsur protestan ethics) yang mendorong lahirnya masyarakat kapitalis. Tranformasi ini bersifat ahistoris-multilinear-berpola. 

Pada hakekatnya, semua perubahan itu terjadi secara bertahap melalui proses pertentangan (kelas), persetujuan sementara, kompromi, kesimpulan sementara sebagai hasil dari dialog antar serat-serat budaya, dan tidak jarang menempuh jalur kekerasan dalam perjalanannya. Dan dikatakan transformasi jika terjadi kondisi perubahan dari serat-serat budaya tersebut.

Dialog tersebut terjadi karena perintah historis. Dalam konteks Indonesia, perintah historis itu adalah untuk sejak semula menyadari akan kenyataan, realitas, geografi, geo-ekonomi, geo-politik kawasan Nusantara. Karena realitas Nusantara yang berperspektif plural/majemuk tersebut (kepulauan, sumber daya alam beragam, tingkat kesuburan tanah yang berbeda, dll.), serta didukung letaknya yang strategis di jalur perdagangan, maka masyarakat Nusantara sudah sejak dulu berhubungan dengan orang Cina, Arab, Mesir. Pola hubungannya bukan hanya sekedar hubungan dagang belaka, melainkan juga terjadi dialog agama, sistem nilai, cara hidup, keyakinan, dll. Perjumpaan ini menghasilkan transformasi yang terus menerus. Sebenarnya, perintah historis juga terjadi ketika Nusantara digugat oleh peristiwa-peristiwa yang menggoncangkan dan membuat orang termenung tentang arti ke-Indonesia-annya. Oleh karenanya, perintah historis juga mengajarkan kepada kita untuk secara cerdas mampu memanfaatkan realitas kemajemukan secara geografis, geoekonomis dan geopolitik di kepulauan Nusantara ini; karena ia adalah suatu strategi budaya untuk mempertahankan kelangsungan hidup dari berbagai pengaruh kekuatan peradaban.

0 komentar:

Posting Komentar