Kita


Si Ambon mengatakan,
“Kami masih didera derita.
Pilar kami berdiri tersekat benci.
Udara kami terasa basi.
Bagi kami, damai hanyalah mimpi.”
Si Ambon pun terus bertutur dan kian ngelantur.

Di seberang Timur, Si Papua mengadu rasa.
Bumi Cenderawasih tak ujung tak tepi
terus merindu belas kasih.
Sesama saudara beradu muka,
mendongak congkak,
memendam dendam,
dan merana iba.
“Kami butuh pemuliaan,
ingin bumi bersemi seri,
mengumbar tawa tanpa terpaksa,
menikmati hari hingga menyambut senja.
Kami pun putra-putri pertiwi.”

Di tepi lautan lumpur,
Sidoarjo sujud meminta ridho.
Nama kebesaran Sang Khalik dikidungkan,
menggema hingga terdengar di ujung Sumatra,
terekam jelas di telinga Si Papua,
dan menelusup di ceruk-ceruk benak Si Ambon.
Sidoarjo masih rekoso.
Ia pun makin lirih berbisik,
“Kami jadi pengungsi di negeri sendiri.
Makan luka hati dan berlumur lumpur.
Kala buah kami berlimpah,
keranjang-keranjang kebahagiaan anak cucu tumpah,
terserak seperti berak,
mengerang tapi tak garang,
dan sejuta impian terkubur lumpur.
Musnah, hati kami pun resah!”

Begitulah iris-iris cerita miris
dari dunia bernama Indonesia.
Cerita kami dan hanya kami –tetap tinggal,
memfosil sebagai hasil dari kami.
Kami Ambon. Kami Papua. Kami Sidoarjo.
Kami Sumatra. Kami Jawa. Kami dan hanya kami.

Layak Si Bijak berbagi sajak
“Di manakah kita kala kami terhenti?
Mengapa harus kami yang menjadi cerita diri?
Identitas kami tak pernah melampaui diri sendiri,
terpaku pada diri,
merengek seperti bayi,
dan tak ‘kan mampu mandiri.
Mestinya kita yang punya cerita,
mendobrak primordialitas yang terkotak-kotak,
berproses menjadi identitas berintegritas,
menghapus isme-isme SARA di Bumi Pertiwi.”
Si Bijak lalu beringsut dalam telut,
“Moga-moga Sumatra hingga ujung Papua menjadi Indonesia.
Jika dan hanya jika ke-kami-an melebur dalam ke-kita-an.
Budi mengerti. Bunga hati bersemi. Dan asa mampu meronta.
Jangan jadikan cerita kita menjadi cerita kami.
Hingga di ujung senja nanti,
masih tersisa banyak hati yang mau mengerti.”
Semoga …


Sentul-Unhan, Agustus 2014
agoengdegandjoeran

0 komentar:

Posting Komentar