Postur Pertahanan Negara dan Strategi Perancangannya

Konsep Postur Pertahanan Ideal 20 tahun ke Depan, 
Kemampuan Alokasi Anggaran Negara, dan 
Strategi Perancangan Postur Pertahanan Negara 
Dikaitkan dengan Doktrin Pertahanan Negara

R.B.E. Agung Nugroho

Pengantar
Menurut Penjelasan UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia, Pasal 11 Ayat (1), yang dimaksud dengan Postur Pertahanan Negara adalah wujud penampilan kekuatan pertahanan negara yang tercermin dari keterpaduan kekuatan, kemampuan, dan penggelaran Sumber Daya Nasional (SDN) yang ditata dalam Sistem Pertahanan Negara (Sishanneg), terdiri dari Komponen Utama (Komput), Komponen Cadangan (Komcad), dan Komponen Pendukung (Komduk). Pendasaran yuridis ini menunjukkan bahwa Postur Pertahanan Negara tersebut mengarah pada terwujudkan suatu Sistem Pertahanan Semesta.

Oleh karena itu, menurut UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia, Pasal 1 Ayat (6), yang dimaksud dengan Sistem Pertahanan Negara adalah sistem pertahanan yang bersifat semesta yang melibatkan seluruh warga negara, wilayah, dan Sumber Daya Nasional lainnya, serta dipersiapkan secara dini oleh pemerintah dan diselenggarakan secara total, terpadu, terarah, berkesinambungan, dan berkelanjutan untuk menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan melindungi keselamatan segenap bangsa dari setiap ancaman. Kesemestaan Sistem Pertahanan Negara ini berisi Komponen Utama dari militer (TNI AD, AL, AU) dan nirmiliter yang terdiri dari Komponen Cadangan (WNI), serta Komponen Pendukung (SDN dan Sumber Daya Anggaran atau SDA). Lalu, bagaimana konsep Postur Pertahanan ideal 20 tahun ke depan dihadapkan dengan kondisi kemampuan negara dalam mengalokasikan anggaran pertahanan dan bagaimana strategi perancangan Postur Pertahanan Negara (Hanneg) dikaitkan dengan Doktrin Pertahanan Negara?

Postur Hanneg 20 Tahun ke Depan 
Terkait dengan anggaran pertahanan, Postur Hanneg tentu membutuhkan dukungan SDA yang memadahi. Dari sisi anggaran, idealnya jumlah anggaran pertahanan adalah 1,5% dari APBN. Dari sisi jumlah, anggaran pertahanan Indonesia terlihat sudah sangat besar, mencapai Rp 84,47 triliun pada tahun 2013. Nilai ini meningkat 400% dibandingkan anggaran pertahanan 10 tahun sebelumnya, yakni Rp 21,42 triliun pada tahun 2004. Secara kumulatif, anggaran pertahanan dari tahun 2004—2013 mencapai Rp 400,94 triliun. Akan tetapi, jumlah besaran anggaran pada tahun 2013 baru mencapai 0,83% dari APBN. Artinya, anggaran ini masih sangat minim dan kecil dari anggaran pertahanan ideal suatu negara (1,5% dari APBN).  

Harus diakui bahwa peningkatan anggaran pertahanan ini menjadi faktor positif untuk memperkuat Postur Hanneg dalam 10 tahun terakhir. Sebenarnya, Indonesia membutuhkan anggaran pertahanan ideal sebesar US$ 20 miliar, untuk menjaga keutuhan dan kedaulatan, serta jaminan keamanan nasional. Namun, pada praktiknya, Indonesia baru menggelontorkan anggaran pertahanan sebesar US$ 11 miliar atau masih minus 0,67% dari anggaran ideal yang diharapkan. 

Melihat trend selama 10 tahun terakhir, jika kenaikan anggaran ini secara konsisten menjadi kebijakan strategis pertahanan, anggaran ideal akan tercapai dalam waktu sekitar 5 tahun ke depan. Oleh karena itu, setelah anggaran pertahanan ideal terpenuhi, perbagai upaya yang menunjang Sistem Hanneg Semesta akan pelan-pelan terpenuhi. Dalam waktu 10 tahun ke depan, Postur Hanneg Indonesia pastilah sudah layak diperhitungkan sebagai salah satu “Macan Asia”, jika konsisten dengan peningkatan anggaran pertahanan yang mengacu pada trend 10 tahun terakhir ini.

Anggaran tersebut digunakan untuk memperbarui (modernisasi) alutsista TNI sebagai salah satu sarana penunjang kekuatan militer sebagai Komponen Utama Hanneg. Selain itu, aspek keahlian (skill) dan pengetahuan (knowledge) dari para prajurit TNI pun butuh ditingkatkan. Baik hardware maupun software dalam tubuh TNI harus terus mengalami peningkatan seiring meningkatnya anggaran pertahanan. Selama 10 tahun terakhir, TNI banyak melakukan modernisasi alutsista dan meningkatkan produksi buatan dalam negeri. Sementara Sumber Daya Manusia TNI pun mengalami peningkatan yang signifikan, seiring modernisasi alutsista. Personel TNI pada tahun 2004 berjumlah 353.965 orang, dan meningkat menjadi 415.805 orang pada tahun 2013. Selain itu, sistem pelatihan yang sistematis dan berkelanjutan menjadi fokus untuk mencetak personel TNI yang profesional, handal, dan kuat. 

Profesionalitas personel TNI ini dapat dilihat dari keberhasilan lain di tingkat internasional. Indonesia adalah negara yang menduduki peringkat ke-15 dari 177 negara, yang paling banyak mengirimkan prajurit untuk misi perdamaian. Indonesia telah mengirimkan 1.668 prajurit TNI untuk menunaikan tugas peace-keeping di bawah bendera PBB di Lebanon, Kongo, Haiti, Sudan, Darfur, Filipina, dll. Bahkan, sejak tahun 2007, Indonesia telah mengikutsertakan prajurit perempuan dalam misi perdamaian di bawah PBB.

Melihat trend selama 10 tahun terakhir yang sangat positif ini, keyakinan bahwa Indonesia akan menjadi salah satu “Macan Asia” pada 20 tahun mendatang. Apalagi, peningkatan juga disertai dengan peningkatan kualitas di kalangan Komponen Cadangan dan Komponen Pendukung. Secara sederhana, Komponen Cadangan melibatkan elemen sipil yang mulai dikenalkan dengan pola relasi melting-pot bersama militer dalam berbagai bidang, misalnya pendidikan di Unhan. Sementara dalam Komponen Pendukung, SDA memang mutlak harus ditingkatkan hingga mencapai tingkat anggaran pertahanan ideal, yakni 1,5% dari APBN.

Strategi Perancangan Postur Hanneg
Strategi Perancangan Postur Hanneg terkait erat dengan Doktrin Pertahanan Negara. Strategi tersebut merupakan implementasi dari Doktrin Pertahanan Negara, yang mengacu pada pertahanan semesta. Doktrin yang terimplementasi dalam strategi tersebut dibagi menjadi dua jenis, yakni militer dan nirmiliter. Strategi militer dilaksanakan oleh Komponen Utama (TNI). Strategi nirmiliter dilaksanakan oleh Komponen Cadangan (sipil) dan Komponen Pendukung (SDN dan SDA).

Doktrin merupakan landasan motivasional dan behavioral bagi perancangan Strategi Postur Hanneg. Secara sederhana, wawasan kebangsaan dan rasa nasionalisme berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 menjadi contoh aspek doktrinal yang melandasi strategi. Misalnya, aspek doktrinal tersebut kemudian diimplementasikan dalam strategi pengamanan wilayah perbatasan dan pulau-pulau terluar Indonesia. Pangkalan-pangkalan militer perlu dibangun. Warga negara yang lain hendaknya menghembuskan isu-isu nasionalisme dalam pelbagai bentuk kampanye dan kebijakan. Lalu dari sisi SDA, anggaran pun perlu ditingkatkan untuk menunjang terlaksananya strategi tersebut.

Penutup
Demikianlah penjelasan mengenai harapan 20 tahun ke depan terkait kondisi kemampuan Hanneg dalam mengalokasikan anggaran, yakni optimis jika konsisten berdasarkan trend yang terjadi selama 10 tahun terakhir (2004—2013). Demikian juga, penjelasan tentang keterkaitan strategi perancangan Postur Hanneg dengan Doktrin Pertahanan Negara, yang masih membutuhkan perhatian pemikiran dan finansial serius.

0 komentar:

Posting Komentar