Perbatasan Darat Indonesia—Malaysia:
Realitas, Tantangan, dan Potensi
dalam Bidang Pembangunan Pertahanan NKRI
dalam Bidang Pembangunan Pertahanan NKRI
R.B.E. Agung Nugroho
Pengantar
Dalam Jakum Hanneg 2010—2014 yang termuat dalam Perpres No.41 Tahun 2010, isu tentang persoalan wilayah perbatasan mendapat perhatian serius. Penekanan Jakum Hanneg yang terkait dengan daerah perbatasan itu meliputi pengerahan kekuatan pertahanan militer (TNI) untuk merespon ancaman aktual, keamanan pulau-pulau terluar, kegiatan ilegal, integrasi seluruh stake holders, peran BNPP, pengelolaan dan pembangunan infrastruktur. Pembangunan pertahanan dan keamanan nasional di wilayah perbatasan ini semakin menguat sebagai isu prioritas pascakasus lepasnya Sipadan dan Likitan dari pangkuan NKRI. Kasus Mercusuar di Tanjung Datuk pun mengemuka sebagai salah satu bentuk ancaman terhadap kedaulatan NKRI. Apalagi, belakangan ini mencuat isu provokatif di media massa tentang keinginan 10 Desa di Kecamatan Long Apari, perbatasan Mahakam Ulu, Kalimantan, yang ingin bergabung dengan Malaysia.
Berdasarkan kasus-kasus tersebut, isu wilayah perbatasan –terutama dengan Malaysia– tidak dapat dianggap remeh. Rekam jejak hubungan Indonesia—Malaysia pun seolah mengalami pasang-surut selama satu dasawarsa terakhir. Dalam perspektif politik makro, persoalan perbatasan dapat dikategorikan sebagai permasalahan pertahanan dan keamanan nasional. Selain menyangkut soal kedaulatan NKRI, pengelolaan wilayah perbatasan selama ini didekati dengan perspektif kebijakan yang bersifat inward looking. Artinya, wilayah perbatasan kerapkali dianggap sebagai “halaman belakang” pembangunan nasional, yang kurang diperhatikan pemerintah pusat maupun daerah. Tidak heran jika pembangunan di wilayah perbatasan cenderung lambat dan kurang terjangkau.
Realitas Wilayah Perbatasan
Yurisdiksi NKRI sebagai negara kepulauan mencakup 17.504 pulau yang memiliki garis pantai sepanjang 80.290 km. Wilayah ini berbatasan darat dengan tiga negara, yakni Malaysia, Papua New Guinea, dan Timor Leste. Sementara batas lautnya bertetangga dengan 10 negara, yaitu India, Thailand, Malaysia, Singapura, Filipina, Vietnam, Papua New Guinea, Palau, Timor Leste, dan Australia. Batas yurisdiksi tersebut berpotensi ancaman –secara khusus– dengan Malaysia.
Wilayah perbatasan yang sering mengemuka sebagai isu persoalan strategis adalah daerah perbatasan darat dengan Malaysia. Perbatasan ini membentang sepanjang 1.882 km, yang melintasi Provinsi Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Utara. Wilayah tersebut meliputi 354 desa, 23 kecamatan, dan 8 kabupaten, yang berbatasan langsung dengan Sabah dan Serawak. Wilayah perbatasan darat yang begitu panjang ini hanya memiliki tiga pintu resmi, yakni di Sanggau, Bengkayang, dan Nunukan dengan fasilitas Custom, Imigration, Quarantine, and Security (CIQS) yang relatif baik. Sementara belasan pintu tradisional hanya ditunjang oleh fasilitas sederhana dengan akses yang sangat minim.
Meski persoalan perbatasan di tempat lain juga muncul, perbatasan darat dengan Malaysia menjadi sangat penting karena lebih banyak menimbulkan potensi ancaman dalam bidang pertahanan, yang menyangkut kedaulatan NKRI. Kondisi wilayah perbatasan yang kurang mendapat perhatian pemerintah membuat perkembangan pembangunan infrastruktur serta sarana dan prasarana publik mengalami ketertinggalan dibandingkan dengan daerah lain. Akses keluar—masuk lintas negara pun kurang terjaga dan belum memiliki fasilitas yang memadai. Keterbatasan ini diperparah dengan lemahnya sistem pengawasan dan penegakan hukum di wilayah tersebut. Alhasil, aktivitas ilegal lintas negara pun marak, seperti pencurian dan penebangan kayu secara liar (illegal logging). Selain lemahnya sistem pengawasan dan penegakan hukum, kegiatan ilegal ini terus berlangsung karena dipicu oleh kemiskinan dan rendahnya tingkat kesejahteraan masyarakat di wilayah perbatasan.
Tantangan Pembangunan Pertahanan
Salah satu tantangan pembangunan pertahanan di wilayah perbatasan sebenarnya terletak pada pembangunan infrastruktur serta fasilitas umum bagi masyarakat di daerah tersebut. Selama ini, kondisi wilayah Indonesia di perbatasan darat dengan Malaysia jauh lebih terbelakang dibandingkan dengan kondisi di Sabah dan Serawak. Hal ini berbeda dengan wilayah perbatasan darat Indonesia dengan Papua New Guinea atau Timor Leste. Wilayah perbatasan di dua tempat tersebut memang terjadi ketimpangan, tetapi kondisi Indonesia lebih baik dibandingkan dengan Papua New Guinea dan Timor Leste. Sementara itu, dalam kondisi ketimpangan wilayah perbatasan Indonesia—Malaysia, masyarakat perbatasan Indonesia justru melihat Malaysia lebih maju dan sejahtera dibandingkan dengan negeri sendiri. Oleh karena itu, mereka lebih senang menikmati aktivitas di negara tetangga dibandingkan di rumah sendiri.
Menurut data yang dilansir Bank Indonesia tahun 2010, penyediaan (supply) kebutuhan dari pemerintah bagi masyarakat perbatasan sangat terbatas. Sementara itu, kondisi Malaysia lebih menjanjikan. Akibatnya, masyarakat perbatasan justru memilih mendapatkan kebutuhan hidup dari negara tetangga. Malaysia menyediakan aneka macam kebutuhan hidup yang dapat dijangkau dengan jauh lebih mudah. Mereka harus pergi ke ibukota provinsi, yang lebih jauh dengan akses jalan yang masih jelek. Bahkan, mereka pun lebih senang bekerja di Malaysia karena mendapatkan penghasilan yang jauh lebih baik dibandingkan bekerja di kampung halaman mereka. Komunikasi antara penduduk perbatasan dengan negara tetangga pun berlangsung baik, karena pada dasarnya mereka merupakan satu rumpun etnis atau suku bangsa.
Tantangan lain yang dihadapi pemerintah Indonesia adalah masih lemahnya pengawasan, pengamanan, dan penegakan hukum di wilayah perbatasan. Kondisi ini disebabkan oleh keterbatasan Sumber Daya Manusia (SDM) yang mau dan mampu mengelola wilayah perbatasan. Selain itu, pembangunan infrastruktur yang masih sangat terbatas membuat jurang ketimpangan dengan negara tetangga semakin dalam dan lebar, antara lain jalan-jalan, sarana dan prasarana umum, seperti pendidikan, kesehatan, transportasi, listrik, jaringan komunikasi, dll. Jalan-jalan dan manajemen lintas—batas negara yang belum memadai memicu terciptanya banyak “jalan tikus” sebagai akses keluar—masuk wilayah perbatasan secara ilegal. Jaringan siaran televisi, radio, dan telekomunikasi nasional tidak dapat diakses di semua desa. Mereka justru mampu mengakses jaringan dari luar negeri dengan lebih mudah. Begitu pula dengan pengadaan air bersih dan listrik. Kondisi ini menjadi tantangan yang kian melemahkan pembangunan bidang pertahanan di lini paling depan perbatasan.
Penutup: Solusi Alternatif
Kondisi perbatasan darat dengan Malaysia membutuhkan suatu kebijakan outward looking, yang menempatkannya sebagai “halaman depan” negara ini; bukan sebaliknya. Dalam UU No.17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025 ditetapkan bahwa pendekatan pembangunan wilayah perbatasan dilakukan dengan dua pendekatan, yakni keamanan (security approach) dan kesejahteraan (prosperity approach). Implikasi pendekatan ini adalah wilayah perbatasan dijadikan sebagai wilayah strategis dari kacamata pertahanan dan keamanan. Oleh karena itu, pembangunan yang dilaksanakan harus merata, berorientasi pada kesejahteraan, pengadaan infrastruktur yang memadai di wilayah perbatasan, pemeliharaan lingkungan hidup, serta memperkuat pertahanan dan keamanannya.
Solusi dua kebijakan pendekatan pembangunan itu diimplementasikan dengan peningkatan pengawasan, pengamanan, dan penegakan hukum, sekaligus pembangunan infrastruktur yang memadai sebagai sarana penunjang peningkatan kesejahteraan masyarakat perbatasan. Penambahan jumlah pintu masuk serta perbaikan manajemen lintas—batas mutlak dibangun, yang ditunjang dengan pembangunan jalan, fasilitas umum, seperti kesehatan, pendidikan, pusat perbelanjaan, tempat rekreasi, dll. Selain itu, akses jaringan televisi dan telekomunikasi, serta sirkulasi informasi nasional yang memadai, sangat dibutuhkan. Dengan peningkatan kesejahteraan yang dibarengi keamanan, niscaya masyarakat perbatasan akan melihat kampung halaman sendiri lebih baik dibandingkan negara tetangga, sehingga pembangunan pertahanan nasional akan terwujud.
Referensi
Astria, Riendy, Pembangunan Kawasan Perbatasan Indonesia, dalam http://nasional.kontan.co.id /news/pemerintah-evaluasi-tujuh-isu-strategis-kawasan-perbatasan.
Bank Indonesia, Perbatasan Kalimantan Barat Masih Perlu Perhatian Pemerintah Pusat dan Daerah, Pertemuan TPID Kalimantan Barat dalam http://www.bi.go.id/id/publikasi/kajian-ekonomi-regional/kalbar/documents/edf859d28aa944d58d8417193c8534fcboks.pdf.
BPKP Provinsi Kalimantan Timur, Isu 10 Desa di Perbatasan Mahakam Ulu yang Akan Gabung ke Malaysia Provokatif dalam http://bpkp2dt.kaltimprov.go.id/berita-186-isu-10-desa-di-perbatasan-mahakam-ulu-yang-akan-gabung-ke-malaysia-provokatif.html.
Darmaputra, Rizal, Masalah Keamanan Perbatasan Dan Isu Kawasan Ekonomi Khusus dalam http://lesperssi.org/id/component/content/article/51-dinamika-politik-indonesia-2007-dan-prediksi-politik-2008.
Diskominfo Provinsi Kalimantan Timur, BNPP Rencanakan Rapat Penyusunan Kebijakan Pembangunan Perbatasan dalam http://diskominfo.kaltimprov.go.id.
Hadi, Suprayoga, Isu Strategis Pengelolaan Kawasan Perbatasan dalam http://www.tabloid diplomasi.org/previous-isuue/105-september-2010/940-isu-isu-strategis-pengelolaan-kawasan-perbatasan.html.
Irawan, Irman, Pentingnya Kawasan Perbatasan bagi Kedaulatan Indonesia, dalam http://perbatasan-dev.unmul.ac.id/?p=9&a=&b=12.
Perwita, Anak Agung Banyu, Isu dan Agenda Manajemen Perbatasan Negara dalam http://the presidentpostindonesia.com/2013/02/11/isu-dan-agenda-manajemen-perbatasan-negara.
Sianturi, Eddy M.T., dan Nafsiah, Strategi Pengembangan Perbatasan Wilayah NKRI dalam http://balitbang.kemhan.go.id/?q=content/strategi-pengembangan-perbatasan-wilayah-kedaulatan-nkri.
SPS Unas, Isu Pembangunan Daerah Perbatasan Indonesia dengan Malaysia dalam http://sps.unas.ac.id/isu-pembangunan-daerah-perbatasan-indonesia-dan-malaysia.
Tempo.co, Pembangunan di Perbatasan Lambat dalam http://www.tempo.co/read/news/2014/11/ 14/078621984/Pembangunan-di-Perbatasan-Lambat-Ini-Penyebabnya.
0 komentar:
Posting Komentar