Peran Angkatan Darat pada Awal Orde Baru

Konteks Masa Awal Orde Baru
dan Posisi Angkatan Darat
 
 R.B.E. Agung Nugroho

Jelaskan mengapa Orde Baru (pimpinan Jendral Soeharto) memerlukan waktu dua tahun untuk menyingkirkan Presiden Soekarno? Mengapa Angkatan Darat waktu itu mendapat dukungan dari mayoritas anggota masyarakat sedemikian rupa sehingga tidak bisa kita menilai naiknya Jendral Soeharto ke kursi kepresidenan sebagai sebuah hasil kudeta?

Sejak Zaman Revolusi, figur dan kharisma Soekarno sudah menjadi satu kekuatan politik real tersendiri, di samping partai-partai dan tentara. Figur dan kharisma ini sudah terbukti. Ketika berhadapan dengan tentara pada insiden 17 Oktober 1952, saat moncong meriam di hadapankan ke istana dan menggertak Soekarno untuk membubarkan parlemen karena kejengkelan tentara kepada parlemen, Soekarno menanggapinya dengan berpidato dan mendapat dukungan rakyat banyak. Soekarno terlalu besar untuk ditakluknya tentara, terlalu kuat untuk dilumpuhkan, dan terlalu kharismatis untuk dilawan. Mitos kebesaran Soekarno ini langgeng hingga masa Gestapu. Maka tidak heran ketika Soeharto membutuhkan waktu dua tahun untuk menyingkirkan Soekarno.

Soekarno terjungkal karena manuver politiknya dengan Nasakom (Nasionalis, Agama, Komunis). Ketegangan Soekarno dengan tentara, khususnya Angkatan Darat, terjadi karena Soekarno cenderung berpihak pada Partai Komunis Indonesia (PKI). Hal ini dilakukan Soekarno untuk mengimbangi kekuatan politik Angkatan Darat. Tegangan ini berpengaruh pada hubungan Soekarno dengan Nasution. Puncaknya adalah penggantian Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD). Nasution dicopot dan digantikan oleh Letnan Jendral Ahmad Yani. Hingga akhirnya terjadilah peristiwa G30S yang didalangi oleh PKI.

Pasca Gestapu, satu-satunya kekuatan yang masih eksis adalah tentara, terutama Angkatan Darat. Hal ini dapat terjadi karena Soekarno sudah membubarkan Masyumi dan PSI, lalu memberikan dukungan besar bagi berkembangnya PKI. Akan tetapi, pasca Gestapu, PKI hancur dan para pengikutnya disembelih, dipreteli hak-hak sosial-politiknya. Oleh karena itu, kekuatan politik dari partai-partai sudah mulai tumbang. Soekarno pun sebagai kekuatan sudah mulai melemah, meskipun secara personal masih menjadi figur kharismatis, bahkan mitos. Dengan demikian, tidak dapat dipungkiri bahwa satu-satunya kekuatan politik saat itu adalah tentara (Angkatan Darat). 

Eksistensi tentara –dalam hal ini Angkatan Darat– sebagai kekuatan politik legal sudah disahkan oleh Soekarno sejak 1958 melalui Dewan Nasional yang menciptakan “Golongan Karya Angkatan Bersenjata”. Pada saat itu, tentara untuk pertama kalinya masuk ke dalam parlemen. Eksistensi kekuatan politik legal tentara ini menjadi justifikasi bahwa perebutan kekuasaan Soeharto bukanlah “kudeta merangkak”, tetapi merupakan “power struggle”. Perebutan kekuasaan itu legal sebagai bentuk perjuangan meraih kekuasaan, karena tentara sudah menjadi kekuatan politik legal pada saat itu.

Lebih jauh lagi, perlawanan politik tentara sebenarnya tidak hanya dimulai pada tahun 1958, tetapi sudah terjadi sejak Zaman Revolusi. Keunikan tentara Indonesia adalah bukan termasuk tentara ciptaan pemerintah, melainkan sekumpulan para pemuda yang merebut senjata dari Jepang dan mulai mengorganisir diri sendiri membentuk suatu badan Angkatan Perang. Pemerintah Indonesia tidak pernah membentuk tentara, tetapi hanya mengakui eksistensinya yang sudah tercipta. Fakta sejarah ini mengindikasikan bahwa tentara sebagai pejuang tidak bisa dis-engage dari dunia politik. Hingga pada akhirnya, perlawanan politik ini legal ketika “Angkatan Bersenjata” bisa masuk dan duduk di parlemen, hadir sebagai kekuatan politik legal.

Dapat dikatakan bahwa periode antara Gestapu hingga turunnya Presiden Soekarno adalah suatu bentuk “power struggle”. Pada tahun 1968, Soekarno dilengserkan sebagai Presiden dan Soeharto diangkat menggantikannya sebagai Presiden kedua Republik Indonesia dalam Sidang MPRS. Namun sebenarnya, Soeharto yang pada saat itu menjabat Pangkopkamtib (Pangkostrad) sudah menjadi Pejabat Presiden sejak 1967. Jabatan itu diampu Soeharto karena Soekarno masih mempertahankan diri sebagai Presiden hingga akhirnya berhasil dicopot. Dengan kata lain, Soekarno sudah habis secara politik, tidak bisa lagi berpolitik, dan menjadi tahanan rumah.

Poin yang menguatkan Soeharto diangkat menggantikan Soekarno sebagai Presiden adalah dirinya yang begitu menonjol sebagai pimpinan tentara Angkatan Darat. Meski ada beberapa perwira tinggi senior lainnya, tetapi mereka sedang tidak menjabat karena hubungan yang kurang harmonis dengan Soekarno. Maka Pangkopkamtib waktu itu yang menonjol dan mendapat momentum di hati masyarakat. Posisi Soeharto saat itu sebenarnya sama seperti Soekarno pada Zaman Perjuangan Kemerdekaan. Selain menonjol, ketokohannya juga kelihatan sehingga lebih banyak dan mudah diterima masyarakat. Di mata masyarakat, Soeharto sungguh-sungguh menjadi seorang penyelamat bangsa dari ancaman rongrongan komunisme. Soeharto berhasil menumpas PKI dan melakukan operasi-operasi penertiban, hingga muncul sebagai tokoh penyelamat bangsa. Momen inilah yang membuatnya diterima masyarakat, juga di kalangan ABRI. Sebagai perwira tinggi Angkatan Darat, Soeharto pun berhasil menyatukan dan menguasai tentara dengan membangun Mabes ABRI di Cilangkap pada tahun 1969.

0 komentar:

Posting Komentar