Conflict Mapping Kasus Tanjung Jabung

Kasus “Konflik Lahan di Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Jambi” 
dilihat dari Conflict Mapping (Fokus dan Analisa Elemen) 
Menurut Perspektif Ho-Won Jeong

R.B.E. Agung Nugroho

Dalam peta konflik (Conflict Mapping), konflik harus dilihat secara multidimensional, yakni dengan melihat tujuan dari pihak-pihak yang sedang berkonflik, lalu memahami jenis hubungan di antara mereka, mengetahui tujuan-tujuan pihak-pihak tersebut, isu dan strategi yang digunakan untuk mencapainya. Dengan memahami pemetaan konflik dari multidimensional itu, proses resolusi bisa tepat sasaran dan memiliki bekal secara mendalam.

Dalam kasus “Konflik Lahan di Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Jambi”, pihak-pihak yang berkonflik ialah warga dari 5 Desa di Kecamatan Merlung dan PT. Inti Indo Sawit. Pemerintah Kabupaten, aparat kepolisian, dan pihak Kecamatan dapat dikategorikan sebagai pihak yang terlibat konflik, karena instansi-instansi ini dapat mengubah dinamika konflik –meskipun tidak terlibat secara langsung.

Pihak PT. Inti Indo Sawit membutuhkan status kepemilikan lahan yang jelas dan kuat secara hukum. Mereka pun memiliki kepentingan untuk mengambil keuntungan sebesar-besarnya sehingga tuntutan warga atas kekurangan kompensasi ganti rugi lahan harus dihentikan. Sementara itu, warga dari 5 Desa membutuhkan keadilan dan ingin agar kompensasi yang tidak merata tersebut harus dipenuhi oleh perusahaan. Kebutuhan (needs), keingingan (interest), dan nilai-nilai yang diperjuangkan kedua belah pihak bertujuan untuk memenuhi kepentingan masing-masing.

Warga memiliki tujuan untuk memperoleh hak-haknya yang merasa dirugikan perusahaan. PT. Inti Indo Sawit berusaha untuk mempertahankan kesepakatan dengan Pemerintah Kabupaten dan bersikukuh untuk tidak menanggapi dan memenuhi tuntutan warga. Oleh karena itu, isu yang paling dominan ialah kompensasi atas ganti rugi lahan yang tidak merata, yakni suatu ketidaksepakatan (disagreement). Dengan kata lain, tujuan mereka berbeda, bahkan saling bertentangan satu sama lain.
Untuk mencapai tujuan tersebut, masing-masing memiliki strategi. Warga menempuh cara pendudukan lahan dan merencanakan panen raya. Sementara PT. Inti Indo Sawit memilih untuk mempertahankan klaim hasil perjanjian dengan Pemerintah Kabupaten dan menggunakan aparat kepolisian untuk menjaga ketat.

Dari analisa fokus dan elemen tersebut di atas, muncullah relasi konflik yang kian meruncing antara dua kubu. Alasannya, yang satu mengambil tindakan apapun atau cenderung mengabaikan isu yang tidak menyenangkan atau menguntungkan (avoidance); sementara kubu yang lain memilih untuk berusaha mengalahkan kelompok lain (contending).

Dalam pendekatan ini, dibutuhkan pihak ketiga yang mempunyai strategi berbekal analisa tersebut di atas untuk menjadi penengah dan menawarkan resolusi atas konflik yang terjadi. Pihak ketiga ini dapat diperankan oleh Pemerintah, tetapi juga dapat diperankan oleh instansi lain yang dapat berfungsi sebagai penengah, tidak berpihak dan netral.

0 komentar:

Posting Komentar