Kasus Tanjung Jabung dari Perspektif Teori Dominasi Sosial

Penjelasan Kasus “Konflik Lahan di Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Jambi” 
Berdasarkan Teori Model of Hierarchy-Enhancing and Hierarchy-Attenuating 
Menurut Sidanius dan Pratto

R.B.E. Agung Nugroho

Teori Dominasi Sosial (SDT) melihat masyarakat secara hierarkis, yakni terstrata dalam kelompok-kelompok. Hierarki ini muncul karena terjadi perebutan nilai-nilai sosial (social values) yang positif, baik secara material maupun simbolik (virtual). Kelompok yang mendapatkan nilai sosial positif lebih banyak disebut sebagai kelompok dominan. Sementara kelompok yang mendapat distribusi nilai sosial positif kurang disebut sebagai kelompok subordinat.

Setiap kelompok tersebut mempunyai motif untuk membuat kebijakan sosial (social policy) sesuai dengan kepentingan kelompoknya melalui legitimasi mitos (legitimizing myths). Motif inilah yang disebut Social Dominance Orientation (SDO). Jika legitimasi mitos tersebut digunakan untuk melanggengkan hierarki dengan kebijakan sosial, legitimasi mitos itu disebut Hierarchy-Enhancing Legitimizing Myths (HE-LMs). Sementara itu, jika legitimasi mitos tersebut digunakan untuk melawan, dan meruntuhkan atau menghancurkan hierarki, legitimasi mitor itu disebut Hierarchy-Attenuating Legitimizing Myths (HA-LMs).

Dalam kasus “Konflik Lahan di Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Jambi”, yang masuk dalam kategori kelompok dominan ialah PT. Inti Indo Sawit. Sementara warga 5 Desa yang menduduki lahan dapat dikatakan sebagai kelompok subordinat. Pasalnya, PT. Inti Indo Sawit mendapatkan manfaat (nilai sosial positif) lebih besar dari lahan yang disengketakan daripada warga dari 5 Desa tersebut. Dengan kata lain, PT. Inti Indo Sawit mendominasi warga dari 5 Desa itu.

Oleh karena itu, untuk mempertahankan kepentingan melanggengkan sistem dominasi (hierarki) itu, PT. Inti Indo Sawit melakukannya dengan menggunakan dasar hukum, yakni perjanjian dengan Pemerintah Kabupaten yang diwakili oleh Wakil Bupati pada tahun 2012. Sikap ini menunjukkan status quo dan sebagai upaya mempertahankan dominasinya terhadap warga. Selain menggunakan dasar hukum, sikap Pemerintah Kabupaten yang belum memberikan solusi dan keterlibatan polisi menunjukkan bahwa dua institusi ini ikut membantu dalam pelanggengan struktur hierarki yang mendukung eksistensi PT. Inti Indo Sawit dalam praktik dominasinya. Baik Pemerintah Kabupaten maupun polisi termasuk dalam kategori institusi Hierarchy-Enhancing (HE).

Sementara itu, kelompok warga dari 5 Desa melakukan perlawanan untuk menuntut kompensasi atas uang ganti rugi lahan pada tahun 2012. Usaha inilah yang mencerminkan motif (SDO) yang berorientasi pada Hierarchy-Attenuating Legitimizing Myths (HA-LMs) untuk meruntuhkan struktur hierarki (dominasi) dari PT. Inti Indo Sawit. Jika usaha warga ini ternyata mendapat dukungan dan respon positif dari pihak lain. Pihak luar inilah yang menjadi institusi Hierarchy-Attenuating (HA).

Dua kelompok (dominan dan subordinat) serta dua institusi (HE dan HA) akan saling bertentangan demi tujuan yang berbeda, yakni menciptakan kebijakan sosial sesuai dengan kepentingan masing-masing dengan menggunakan mitos (ideologi, keyakinan religius, politik, hukum, dll) sebagai legitimasi atau pembenaran atas tindakan, keputusan dan kebijakan yang diambil. Oleh karena itu, terjadilah konflik antara PT. Inti Indo Sawit dengan warga 5 Desa di Merlung, Tanjung Jabung Barat.

0 komentar:

Posting Komentar