Peran Pendudukan Jepang terhadap Konsep Indonesia,
Dibandingkan dengan Kebijakan Kolonial Belanda
R.B.E. Agung Nugroho
Meskipun Jepang lebih kejam dalam menjajah Indonesia dibandingkan Belanda, kita tidak dapat mengesampingkan peran penting pendudukan Jepang terhadap pembentukan konsep Indonesia. Yang sangat penting dari zaman pendudukan Jepang ialah memfasilitasi konsep Indonesia untuk berkembang dan semakin dikenal masyarakat secara luas. Konsep Indonesia ini dipropagandakan dan dikampanyekan agar dikenal dan diterima secara publik. Sementara itu, Belanda tidak pernah melakukannya.
Jika dibandingkan, Belanda sebenarnya sudah ingin melakukan mobilisasi ketika menyadari bahwa kekuatan Jepang sudah menjadi ancaman serius bagi pendudukan Belanda di Nusantara. Pada saat itu, Belanda ingin menciptakan kekuatan pertahanan sebagai antisipasi melawan Jepang dan mempertahankan pendudukannya atas wilayah Nusantara (merencanakan mobilisasi!).
Menanggapi rencana mobilisasi Belanda tersebut, kalangan elit pribumi pun meminta kompensasi. Harus diakui bahwa pergerakan kemerdekaan nasional pada saat itu sudah sangat maju, meskipun masih sangat terbatas di kalangan elit. Kalangan elit ini menganggap bahwa tidak akan ada mobilisasi jika Indonesia tidak memiliki parlemen. Mereka meminta pembentukan parlemen dan bukan Volksraad. Volksraad adalah semacam parlemen buatan Belanda, yang kebanyakan anggotanya terdiri dari orang Belanda atau orang-orang yang dianggap aman atau tidak membahayakan oleh Belanda. Dalam hal ini, Indonesia masih menuntut agar dapat berparlemen. Para elit bukan menuntut agar Indonesia merdeka, meskipun secara tersembunyiada intensi untuk merajut langkah Indonesia merdekamelalui praktik berparlemen itu. Alih-alih diterima, tuntutan tersebut justru ditolak oleh Belanda. Alhasil, rencana mobilisasi pun tidak pernah terlaksana.
Sementara itu, pada masa pendudukan Jepang, yang dilakukan justru sebaliknya. Jepang secara terang-terangan mengadakan mobilisasi. Bahkan demi menunjang dan memberikan landasanuntuk mobilisasi tersebut, Jepang tidak segan menggunakan dan memberi kesempatan, serta memfasilitasi penyebaran konsep Indonesia. Mobilisasi itu bukan hanya dilaksanakan dalam bentuk mobilisasi fisik, melainkan merangkum hampir semua aspek kehidupan masyarakat. Misalnya, semua kelompok yang ada dalam masyarakat justru didorong dan dibuatkanwadah organisasinya oleh Jepang. Tentu saja mobilisasi fisik melalui PETA, bahkan mendidik dan melatih para pelajar untuk ikut membantu pertahanan. Konsep mobilisasi model Jepang ini sebenarnya ditiru oleh rezim Orde Baru. Soeharto menggunakan nama-nama baru untuk menamai bentuk-bentuk mobilisasi model Jepang ini, seperti RT (Tonarigumi), KNPI (Seinendan), Hansip (Keibodan), dll. Pengalaman mobilisasi dari zaman Jepang ini dipakai Orde Baru karena sama-sama menjalankan sistem pemerintahan yang otoriter. Kita mengetahui bahwa Orde Baru bukanlah zaman pemerintahan yang demokratis. Oleh karena itu, konsep dan cara-cara yang digunakan untuk mengurus negara tanpa sistem demokrasi sangat cocok dan sesuai.
Jepang mau menyebarkan konsep Indonesia dan memfasilitasi kampanye Indonesia, bahkan memberikan janji Indonesia merdeka, karena mereka ingin membangun kekuatan di Asia Timur Raya dan berkompetisi dalam Perang Dunia II. Oleh karena itu, konsep Indonesia ini sungguh-sungguh dapat tersiar luas hingga berdampak positif bagi perjuangan pergerakan pasca Proklamasi Kemerdekaan, 17 Agustus 1945. Nilai positifnya ialah gagasan tentang konsep Indonesia pasca Kemerdekaan –terutama pada Periode Revolusi– ialah banyak rakyat Indonesia rela dan berani berkorban, bahkan mati demi negara Indonesia. Pengorbanan dan perjuangan bagi negara Indonesia merupakan sesuatu hal yang sangat mulia. Konsep ini berkembang akibat peran Jepang melalui mobilisasi, yang tidak pernah dilakukan oleh Belanda.
Jika tidak ada proses tersebut, orang di Nusantara ini akan kesulitan merumuskan identitasnya sebagai Indonesia karena imagine community-nya bisa bermacam-macam sesuai dengan basis agama, ras, suku, dll.
0 komentar:
Posting Komentar